Fachrurozi Majid
Pelancong muslim mancanegara yang berkunjung ke Jepang saat ini tak lagi sesulit 5 tahun lalu mencari makanan halal di negeri ini. Sebab, kini tersedia banyak restoran, gerai makanan, pusat belanja yang menjual makanan halal.
Penjelasan menyenangkan ini saya terima kala berkunjung kantor Asosiasi Makanan Halal Jepang (Nippon Asia Halal Association/NAHA), sebuah badan pemberi konsultasi halal di Jepang, Selasa, 21 Januari 2020. Lembaga ini berkantor di Universitas Meiji, Tokyo, satu universitas terbesar di Negeri Sakura.
Saya melihat kehadiran NAHA sebagai upaya Jepang menghargai keragaman orang lain yang berkunjung ke negaranya. Nampak komitmen kuat menghargai keyakinan yang berbeda. Bahkan mereka sudah memprediksi bahwa di masa mendatang umat muslim yang bakal berkunjung ke Jepang akan membludak. Mereka yang datang ke negeri ini sebagian untuk maksud bekerja dan keperluan belajar. Semakin ke sini, jumlahnya terus meningkat. Sebagian yang lain, tentu saja, karena tertarik dengan budaya, tradisi, dan keramah-tamahan segenap warga di negeri ini.
Kehadiran produk halal merupakan komitmen nyata bertenggang rasa dari sekadar untaian kata-kata. Ini bentuk nyata dari sebuah komitmen. Jikapun ada usaha berskala kecil yang mau memproduksi makanan halal tapi terkendala biaya administrasi, NAHA dengan senang hati memberikan konsultasi secara cuma-cuma. Bagi NAHA, yang penting adalah komitmen.
NAHA memberikan saran dan pertimbangan seputar makanan halal. Saat ini ada sekitar 700 perusahaan yang bekerja sama dengan lembaga ini. Sementara pemberi sertifikasi halal menjadi tanggung jawab lembaga lain. Tidak seperti di Indonesia yang hanya menjadi tanggung jawab 1 lembaga, di Jepang lembaga pemberi sertifikasi halal ada sekitar 30-an. Banyaknya lembaga pemberi sertifikasi halal ini lantaran tugas spesifik pada masing-masing lembaga, sebab sertifikat halal untuk restoran berbeda dengan hotel atau makanan di supermarket. Semua tidak dibebankan ke 1 lembaga saja. Maksudnya supaya fokus dan pengerjaannya pun cepat.
Kini, setelah dilakukan berbagai pendekatan, beberapa produsen makanan mulai tertarik memproduksi makanan halal. Dulu, menu halal boleh dibilang sangat istimewa, sulit didapat, tapi belakangan ini pemerintah berusaha membuat populer agar bisa dimakan semua warga selain muslim. Beragam terobosan terus dibuat guna membuat menu yang bisa dikonsumsi untuk disediakan di kafetaria, restoran, dan perusahaan.
Banyaknya perusahaan yang tertarik pada label halal karena keberhasilan konsep lifestyle, takwa, dan prospek bisnis yang lumayan menggiurkan dalam kampanye pentingnya memproduksi makanan halal ini. Kiki Kasuari, Halal Auditor di NAHA, menyebut banyak perusahan tak ragu lagi memperluas bisnis di lini ini.
Di atas semua itu, saya kira terobosan memproduksi makanan halal ini merupakan bagian dari strategi budaya pemerintah Jepang untuk menjemput wisatawan dari berbagai penjuru dunia. Pasar ini harus ditangkap. Makanan pun, seperti yang saya cicipi, tak menghilangkan cita rasa makanan lokal, dibuat secantik dan selezat mungkin, sehingga konsumen tetap terarik menyantapnya.
Hebatnya, pemerintah Jepang menargetkan dapat meraih income sekitar 2 persen dari GDP dalam negeri dari sertifikasi halal ini. Dahsyat!