Fachrurozi Majid
Jepang dan Cina memiliki sejarah konflik lumayan panjang, sulit akur, jauh sebelum Perang Dunia Kedua. Pasca-perang besar itu, hubungan kedua negara itu makin tambah rumit.
Dalam soal Indonesia, Heigo Sato, pengajar di Fakultas Hubungan Internasional Universitas Takushoku, Jepang, memberi kabar kalau pemerintah Jepang dan Cina bertengkar pula. Pasalnya mereka tengah berebut perhatian Indonesia layaknya dua jejaka yang mencari perhatian sang primadona. Kata dia, Indonesia memiliki posisi strategis. Kita sangat penting sebab punya sumber daya alam yang melimpah.
Tetapi, kerumitan hubungan seolah terlupakan oleh tragedi virus corona yang menyebar kemana-mana. Jepang menawarkan bantuan kepada Cina untuk menghadapi virus ini bersama-sama. Bahkan, warga negara Cina yang tengah berkunjung ke Jepang, dan terbukti terinfeksi virus corona, ditawarkan untuk diobati di Negeri Sakura, bukan dikucilkan dan diusir beramai-ramai, kecuali pemerintah mereka menjemput pulang. Segenap warga juga menyebar narasi positif, bukan asyik menyebar hoax dan kabar bohong.
Pemerintah Tirai Bambu juga menawarkan pengobatan ke warga Jepang yang terpapar corona, meski Jepang memaksa memulangkan warga mereka untuk dirawat di Negeri Sakura, tanah kelahiran mereka. Tak ada ketegangan akibat konflik mereka yang berkepanjangan itu. Tragedi corona adalah bencana yang harus ditanggulangi bersama. Soal kemanusiaan perlu dimajukan, konflik ditaruh di barisan belakang.
Kita perlu menyontoh kesigapan mereka dalam menghadapi bencana. Mendahulukan kemanusiaan ketimbang ego paling tinggi dan merasa paling berdaya. Atau, bukan malah mengambil keuntungan ekonomi dan politis dari malapetaka yang terjadi.
Masker malah gampang didapat, harganya bahkan lebih murah dari biasanya. Tak ada lintah darat yang mengambil keuntungan dari tragedi ini. Semua simpati disertai seruan “jangan mengambil keuntungan dari malapetaka”. Semua harus bersimpuh di depan kemanusiaan.
Bagaimana kita di sini? Kita sudah sama-sama tahu.