Yang Timpang, Rapuh, dan Sepi

Fachrurozi Majid

 

Boleh dibilang, tema tentang ketimpangan sosial, kerapuhan jiwa, dan kesepian menjadi tema utama dalam Ajang Academy Award tahun ini.

Sutradara Bong Joon-ho (dalam “Parasite”) dengan piawai menyusun alur cerita, membangun karakter setiap tokoh dan situasi hingga penonton terpana akan pesan yang begitu kuat dari kisah yang sebenarnya sederhana saja. Boleh dibilang keberhasilan Bong inilah yang menjadikannya didaulat menggenggam Piala Oscar tahun ini. Yang pertama dari Asia pula.

Sebagai aktor dengan kaya pengalaman, Joaquin Phoenix betul-betul piawai memainkan perannya sebagai Arthur Fleck, badut penyendiri yang terisolasi, dalam film “Joker”. Inilah Piala Oscar pertama yang ia menangi, bukan sebagai orang baik, malah sebagai pemeran sosok penjahat. Dalam sejarah Oscar, ada 12 aktor lainnya yang sukses memenangi piala ini lantaran berperan sebagai penjahat. Kita bisa menyebut beberapa aktor, misalnya, Fredric March (dalam “Dr. Jekyll and Mr. Hyde”), Anthony Hopkins (dalam “The Silence of The Lambs”), dan Forest Whitaker (dalam “The Last King of Scotland”).

Senada kisah Judy yang meminjam kepiawaian akting Renée Kathleen Zellwenger. Kisah Judy Garland, aktris sekaligus penyanyi yang sangat terkenal pada 1969, dimainkan dengan baik oleh Renée dalam film berjudul “Judy”. Renée dengan piawai memerankan sosok Judy yang getir dan mengalami depresi luar biasa akibat tak lagi kaya dan setenar seperti masa mudanya. Sosok Judy yang rapuh, sepi dan penuh tekanan berhasil ditampilkan Renée dengan baik hingga ia berhasil menyabet Piala Oscar tahun ini.

Memenangkan film-film dengan tema ketimpangan sosial, lingkungan yang buruk, kerapuhan jiwa, depresi, dan kesepian boleh jadi disengaja agar ada perhatian pada situasi dan sosok-sosok seperti ini di dalam hidup sehari-hari. Dalam hidup yang terus berputar, kita tak mungkin selalu berada di atas. Adakalanya kita terseok di bawah dan merasakan hidup berputar seperti komidi putar atau malah lebih ekstrem lagi, laksana roller coaster.

Inilah saatnya kita mesti memberi ruang pada empati lebih besar ketimbang terus menampilkan ego di posisi lebih tinggi. Inilah saatnya!

Post a comment