MASJID: Tempat Ibadah, Yes! Lokasi Kampanye Politik, No!

Masjid memiliki peran penting dalam kehidupan muslim. Selain menjadi tempat ibadah, masjid juga berfungsi sebagai pusat kegiatan sosial yang dari bertujuan meningkatkan kemakmuran muslim dan pusat menimba ilmu pengetahuan.

Fungsi ini berlangsung selama berabad-abad. Pada masa kejayaan Islam di Baghdad, Andalusia, dan Kairo, misalnya, masjid bukan sekadar tempat ibadah dan kegiatan sosial saja, melainkan lokus pengembangan peradaban dan pendidikan. Dari sana lahir para pemikir muslim yang memberikan kontribusi penting dalam perkembangan ilmu di dunia. Maka tak heran jika universitas, laboratorium, dan pusat riset, berada di lingkungan masjid.

Di Nusantara, masjid menjadi pusat penyebaran Islam dan pengajaran ilmu-ilmu keislaman. Arsitektur masjid di Nusantara yang khas dengan mengambil nuansa lokal mencitrakan bahwa masjid sebagai tempat beribadah mampu beradaptasi dan menghormati nilai-nilai lokal.

Kini, dinamika politik mulai memanas. Fungsi masjid pun mulai melenceng dari perannya semula. Masjid yang mestinya menjadi tempat menimba ilmu dan mempersatukan umat dari berbagai macam kelompok, pandangan politik, dan golongan, sekarang dimanfaatkan sebagai tempat kampanye politik. Masjid seolah-olah kehilangan marwahnya.

Contoh paling kentara dapat kita lihat saat kontestasi Pilkada DKI Jakarta 2017 silam. Para khatib dan mubalig yang seharusnya menebarkan pesan-pesan kebaikan dan anjuran persatuan umat, malah menebarkan ujaran kebencian yang terbukti memecah-belah umat Islam dan merusak kerukunan antarumat beragama.

Sebetulnya situasi tersebut telah direkam dengan jelas oleh Wapres Jusuf Kalla selaku Ketua Dewan Masjid Indonesia, setahun silam. Melalui keterangan pers tertanggal 23 Mei 2017 lalu, Kalla menegaskan bahwa masjid harus difungsikan sebagai sarana ibadah, bukan tempat kegiatan politik. Pernyataan ini dikeluarkan sebagai antisipasi bakal maraknya kegiatan politik yang berkedok aktivitas keagamaan, yang memuat upaya-upaya menjatuhkan lawan politik dan memenangkan pasangan tertentu.

Asas legalnya sungguh jelas. Yakni UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 78 huruf i yang menegaskan bahwa rumah ibadah dan lembaga pendidikan dilarang dijadikan tempat berkampanye. Peraturan ini mestinya dipahami dan diamalkan dengan baik.

Namun, boleh dikata seruan Kalla itu terbilang terlambat. Mestinya pernyataan setegas ini disampaikan ketika ada mubalig atau penceramah yang mulai memanfaatkan mimbar-mimbar masjid untuk kegiatan politik seperti terjadi pada Pilgub DKI Jakarta lalu.

Lebih miris lagi, saat beredar seruan tak bertanggung jawab agar pengurus Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) menolak jenazah yang diketahui sebagai pemilih pasangan Ahok-Djarot. Banyak kalangan prihatin dan menganggap ajuran yang terpampang di berbagai spanduk di pelataran masjid/musala itu mengingkari nilai-nilai kemanusiaan.

Nurcholish Madjid Society (NCMS) sangat menyayangkan dan menyatakan prihatin atas efek dari ujaran kebencian pasca-Pilkada DKI Jakarta yang kian meluas. Warga pun terpolarisasi dalam dua kutub ekstrem yang efeknya berlanjut hingga kini.

Berangkat dari fakta-fakta di atas Nurcholish Madjid Society (NCMS) menyatakan sikap sebagai berikut:

  1. Mengajak semua elemen masyarakat untuk menataati aturan dan ketentuan perundang-undangan demi menghadirkan masyarakat yang tertib hukum.
  2. Mengajak semua pihak agar berhenti memanfaatkan masjid untuk menggelar kegiatan kampanye politik.
  3. Mengimbau agar masjid/musala tetap difungsikan sarana ibadah dan tak sekalipun digunakan untuk aktivitas negatif seperti menghasut, melancarkan ujaran kebencian, agitasi kepentingan golongan, atau propaganda politik yang dipastikan dapat memicu perpecahan, memecah-belah umat, dan mengancam kerekatan sosial.

Menjaga kesucian masjid adalah tanggung jawab bersama.

Mari kita jaga masjid agar senantiasa menyuarakan kedamaian. Mari kita jaga masjid agar selalu menyebarkan pesan kebajikan, persatuan, dan saling tolong-menolong dalam kebaikan. Mari kita jaga masjid agar senantiasa menggemakan Islam yang rahmatan lil alamin.

Hanya kepada Allah kita berserah diri dan memohon pertolongan.

 

Jakarta, 20 April 2018

Nurcholish Madjid Society (NCMS)

Fachrurozi

Direktur Eksekutif

Post a comment